Tuesday, January 03, 2012

Because I love You

''Bunda jahat, Bunda ngga sayang aku......."
"Memangnya Bunda jahat kenapa?" tanyaku
"Aku ngga boleh main, aku dikurung.....
“Lho, memangnya tadi kenapa sih kok bisa Bunda nggurung Basel?”, ku coba membuka cakrawala berfikirnya
“....................................” hanya diam
“Bunda jahat pokoknya, kalau sayang itu ngga ngurung-ngurung”
”Iya, Bunda jahat dech, karena ngurung Basel, tapi kok bisa ya Bunda ngurung Basel, memangnya tadi Basel habis ngapain? Kok bisa-bisanya Bunda tiba-tiba ngomong “Baselll, masuk kamar, kamu dikurung!!”, gimana ya ceritanya, Sel?”
 Yang ditanya tetap tidak mau menjawab ataupun berusaha menjawab sekenanya atas pertanyaan yang ku lontarkan, tapi aku yakin dia pasti tau alasannya. Maaf sayang, Bunda sedang mengajakmu untuk belajar berfikir.
Yang ditanya masih tetap nangis sesunggukan, sambil sesekali batuk-batuk dan tetap setia dengan kata-katanya....Bunda jahat.
“Tu kan, udah keburu malem, nanti ga bisa main, nanti tidur lagi....”
“Bunda jahat, ngurung-ngurung aku”
Lets honey, ku coba memberi penjelasan apa itu prinsip hukuman kurungan.
“sayang, kalau ngurung itu ngga akan ada Bunda yang nemenin, kalau ngurung itu seperti di penjara..” ku coba menggiring pola fikirnya ke arah “kurungan”
“tapi aku dikurung di kamar, ngga boleh main, nanti keburu malem, nanti keburu Gina pulang”
Yang dikurung mencoba membela pernyataannya sambil bolak balik di depan jendela, menarik-narik ujung seprai tapi merapihkannya kembali, uhhhhh gayanya bak orang dewasa yang dibebani masalah berat - kurasa masalah ini juga cukup berat baginya, tentang ego-.
Kucoba lagi menggiring cara berfikirnya, kusiapkan mimik serius dan mengatur kata-kata, menarik nafas.
“sayang, kalau Bunda jahat, Bunda ngga akan nemenin Basel disini. Kan Bunda sedang menemani Basel untuk berfikir, kenapa ya kok aku dikurung?”
”Áh, Bunda mah sekarang sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit marah, aku ngga suka, Bunda jahat”
“Bunda mah ngga enak sekarang gampang marah....huhuhuhuhuhuhu”
Aih....si kakak kecil sudah mulai menilai emosi orang. Ayo sayang, terus luapkan amarahmu dengan kata-kata, Bunda ingin mendengarnya, gumanku dalam hati.
Kutunggu sampai titik kulminasi, agar ku bisa lebih mudah masuk kedalam fikirannya.
Kata-kata jahat, marah dan tangisan silih berganti. Batuk-batuk, suara yang mulai sengau karena terlalu lama menangis pun mulai mewarnai insiden sore itu.
Disaat mulai mereda.....ya, inilah saatnya aku untuk memulai, mengajak emosinya bermain
“sini sayang, dekat Bunda, Peluk Bunda sini, yuuuk mendekat”
Yang diminta mendekat pun segera mendekat dan memeluk sang Ibu sembari menghabiskan sisa-sisa tangisan dan rasa marah. Tambah erat dekapan sang Ibu, tambah menjadi kembali tangisan sang anak. Sembari sesekali mencium kening sang anak dan mengelus-elus punggungnya.
-ayo sayang, mainkan kembali emosimu, Bunda ingin lebih mudah memasuki jalan fikiranmu- gumanku.
“Bunda jahat”gumannya sembari sesunggukan.
“Iya sayang, Bunda jahat ya? suka marah-marah ya?, maaf ya?!”
“Bunda jahat karena sudah ngurung Basel ya?, duuuh Bunda minta maaf yah. Tapi bener deh, Bunda benar-benar lupa, kok bisa ya Bunda ngurung Basel, Bukannya tadi Basel lagi main?”
Duuuuuh......kok ngga jawab-jawab ya......xixixixi, bikin gregetan antara ingin memberitahu langsung salahnya dan ingin menahan diri bak es di kutub.
Yang ditanya bukannya menjawab malah menangis kembali.
“cup sayang, Bunda sayang Basel, percaya dech, Bunda ngga mau jahat sama Basel”
“Basel inget ngga tadi kenapa, kok bisa dikurung disini, karena tadi Basel lupa untuk menjadi anak baik. Oh iya, anak baik itu kira-kira kaya gimana sih?”. Mencoba memancing perbendaharaan fikirannya tentang anak baik
 Sayang, yang ditanya masih tidak mau menjabarkan dunianya
“gini dech....Bunda punya cerita tentang anak baik”
Weksss....kok tiba-tiba jadi ingin bercerita? Intinya sore itu kucoba banting akal untuk pengenalan emosi dengan cara lain, yang terpenting fikirku, kakak sudah cooling down dan siap menerima serpihan ilmu.
Kulanjutkan bercerita bahwa anak baik itu anak yang santun, sopan, menghormati yang lebih tua, saling menyayangi, saling menghargai, menjaga sesama.
“sayang, pokoknya enak deh kalau jadi anak baik, banyak rezekinya, banyak dapet hadiah, nih ya.....misal Basel sedang bermain dengan adik, berbagi crayon untuk menggambar, karena adek masih kecil, adek tidak sengaja merusak crayon Basel sampe patah kecil-kecil. Nah, kakak kasih tau adek, kalau itu tidak baik, tapi ngasih taunya pelan-pelan, ingetin adek untuk menjaga barang-barang. Lalu Bunda dari kantor telpon, “hallo...Basel sedang apa? O...sedang main dengan adek...apa? crayon Basel patah kecil?, ok nanti Bunda beliin lagi ya, kalau Bunda sudah punya uang, tapi crayon lainnya di jaga ya”. Tuh Basel, Alhamdulillah kan...dapet rezeki, dapet crayon baru terus jadi tambah banyak deh”
Aku dengan antusiasnya menceritakan ilustrasi crayon baru
“Ada lagi sayang, karena Basel menjadi anak baik, Mbah, basel pandai menjaga adek loh dan Basel juga kalau dipanggil langsung mejawab, tidak teriak-teriak, Basel anak santun juga sopan, wah karena Basel menjadi anak yang menyenangkan, mbah juga akan senang memberikan sesuatu yang menyenanngkan, seperti buku gambar dan buku tulis, wah rezekinya bertambah lagi, Alhamdulillah ya”
“Terus Sel, ayah juga pasti senang kalau anaknya menjadi anak baik, pasti deh nanti dibelikan buku cerita yang gambarnya berwarna”
Ku coba terus memberikan ilustrasi mengenai kelebihan-kalebihan yang akan di dapat bila menjadi anak baik. Dan conclusionnya....
“nah Basel, karena Bunda sayang sama Basel, makanya Bunda ingin Basel jadi anak baik, kalau Basel melakukan kesalahan, Bunda ajak Basel untuk berfikir di dalam ruangan, bukan di depan TV-sembari nonton, nanti Basel susah berfikirnya, Basel susah taunya, Basel salah apa ya?...kan sibuk nonton, jadi susah deh....jadi ga dapet hadiah deh, soalnya Basel membuat orang lain sebel, kesel, mana mau orang ngasih hadiah ke orang yang udah bikin kesel. Benerkan?”
Duuuuh, semoga kata-kataku mudah di cerna, gumanku dalam hati
“ayo toss......” Ku ajak dia melakukan deal tanda setuju
”Ayo dong sayang, semangat dong.......masa mau melakukan kebaikan ngga semangat, masa mau dapet rezeki ngga semangat, masa mau dapet hadiah ngga semangat”
“Basel sayang sama Bunda?”ku ajukan pertanyaan yang sampai saat ini cukup pamungkas
Sembari memelukku dia menganggukan kepala
“Nah karena Basel saya Bunda, makanya Basel harus janji dalam diri Basel untuk menjadi anak baik, karena Bunda sedih kalau Basel ngga jadi anak baik”
“Basel sayang Bunda?”ku coba tegaskan sekali lagi
“Iya!!”
Uhhuuyyyy, pernyataan yang keluar dengan kata yang mantap dan penuh semangat
“kalau begitu kita buat perjanjian yuuk, toss sini, janji Basel mau jadi anak baik, janji untuk diri Basel sendiri”
Ah, akhirnya dia menyambut tanganku,
“tosss.....”
“Bunda, crayonku ada yang patah, yang warna ijo, gara-gara Nebras”
Wekss......langsung diterapka nih kesepakatannya
“ok, nanti kalau Bunda sudah punya uang Bunda beliin lagi ya, sayang’
Ku timpali pernyataannya dibarengi dengan dekapan.
“jadi sudah tahu kesalahan Basel apa?”
Yang ditanya menjawab dengan anggukan kepala
“Oh iya, satu lagi sayang, kenapa Bunda melarang kamu nonton film di TV dekat-dekat. Coba ya bayangin!!!!”
Ku ilustrasikan kegelapan dengan menutup matanya dengan telapak tangan
“coba sekarang Basel ngeliat apa?”
“gelap” timpalnya
“nah, ini namanya mata Basel rusak dan ini akan terjadi kalau Basel selalu nonton terlalu dekat. Enak ngga kalau gelap?”tanyaku
“ngga enak Bunda”jjawabnya
“nah, sudah ngertikan kenapa Bunda melarang? Karena Bunda sayang sama kamu dan Bunda ngga ingin nanti matamu hanya bisa melihat gelap”
Basel menjawab dengan anggukan.
“yuk kita keluar dan Basel makan ya?” ajakku
Alhamdulillah, semoga insiden sore ini bisa membawa berkah untuk anakku pintaku dalam hari



Depok, 3 Januari 2012
Because What?.....
Because I love you